Jalan Wirobrajan
jalan ini padat dan pedas
malam melintas gegas
hanya sejenak
sepi yang sejenak
kami bertegur pandang:
aku dan makam tua di seberang.
6 Desember 2007
26 November 2007
Poem
Merak-Bakauheni
angin jalang
matahari lajang
laut bercermin di langitmu
siang hampir matang
ahk! semua lapar
usus menjerit
seperti tulang tulang ikan di terumbu karang
masih jauhkah pelabuhan itu?
semua ingin sampai
rindu ingin digapai
tapi kapal ini begitu lambat
congkak dan tua
seperti pemerintah
mengigau
atas cahaya bawah laut
gunung krakatau itu tampak tenang?
sesungguhnya tidak, seperti dirimu
menyimpan larva duka cinta
angin jalang
matahari lajang
laut bercermin di langitmu
siang hampir matang
ahk! semua lapar
usus menjerit
seperti tulang tulang ikan di terumbu karang
masih jauhkah pelabuhan itu?
semua ingin sampai
rindu ingin digapai
tapi kapal ini begitu lambat
congkak dan tua
seperti pemerintah
mengigau
atas cahaya bawah laut
gunung krakatau itu tampak tenang?
sesungguhnya tidak, seperti dirimu
menyimpan larva duka cinta
22 November 2007
Poem
Sawahlunto
dari taman rumah sakit di ketinggian, di antara
bau luka rumput dan tabung infus, kita lihat
sebatang sungai kurus dan kumal
bagai pemabuk mengalir sempoyongan
melintasi kota lembah yang terbuat
dari sperma belanda. lengking peluit
kereta batu bara penghabisan masih mengiang dan
melayang antara bukit mata air dan puncak polan
dalam senja berlemak. kualihkan pandangmu
pada menara angin: rumah hantu masa lampau.
kemudian percakapan kita melangkah ke bawah
bersama malam berminyak.
di depan gereja tua dan pengantuk
mataku terantuk pada punggung
pengendara motor tak dikenal
yang melintas begitu cepat seperti tingkap
seperti pintu rumah dikunci, di sini, sebelum tetes
embun pertama jatuh dari mata bintang bintang
menamatkan riwayat malam yang kesepian. ah,
begitu lekas segala lalu. sementara
aku tak tahu bagaimana kau hidup dengan kaki terantai
di atas lubang lubang tambang yang terbengkalai.
mungkin, parfum murahan, musik yang mengalir dari telpon genggam,
buklet pariwisata dalam tas hitam, sedikit menjagamu
dari ketiadaan.
dari taman rumah sakit di ketinggian, di antara
bau luka rumput dan tabung infus, kita lihat
sebatang sungai kurus dan kumal
bagai pemabuk mengalir sempoyongan
melintasi kota lembah yang terbuat
dari sperma belanda. lengking peluit
kereta batu bara penghabisan masih mengiang dan
melayang antara bukit mata air dan puncak polan
dalam senja berlemak. kualihkan pandangmu
pada menara angin: rumah hantu masa lampau.
kemudian percakapan kita melangkah ke bawah
bersama malam berminyak.
di depan gereja tua dan pengantuk
mataku terantuk pada punggung
pengendara motor tak dikenal
yang melintas begitu cepat seperti tingkap
seperti pintu rumah dikunci, di sini, sebelum tetes
embun pertama jatuh dari mata bintang bintang
menamatkan riwayat malam yang kesepian. ah,
begitu lekas segala lalu. sementara
aku tak tahu bagaimana kau hidup dengan kaki terantai
di atas lubang lubang tambang yang terbengkalai.
mungkin, parfum murahan, musik yang mengalir dari telpon genggam,
buklet pariwisata dalam tas hitam, sedikit menjagamu
dari ketiadaan.
4 November 2007
Solilokui
Hujan Jatuh Dari Bintang Bintang
sudah hampir seminggu kedatangan saya di jogja sejak mudik dari kampung di ranah minang, dan selama itu pula saya bertemu melulu dengan hujan yang menebarkan aroma basah di mana-mana, hujan yang membuat kota seperti berada dalam linangan cahaya bawah air. sedang saya seperti penyelam kehabisan oksigen, ingin bergegas naik menuju pusat cahaya.
sudah hampir seminggu kedatangan saya di jogja sejak mudik dari kampung di ranah minang, dan selama itu pula saya bertemu melulu dengan hujan yang menebarkan aroma basah di mana-mana, hujan yang membuat kota seperti berada dalam linangan cahaya bawah air. sedang saya seperti penyelam kehabisan oksigen, ingin bergegas naik menuju pusat cahaya.
2 November 2007
Solilokui
Semuanya indah dalam angan-angan
kami bersepakat (saya, indrian koto, esha tegar putra, pinto anugrah) pada hari lebaran ketiga tahun 2007 ini akan berkumpul di kota padang untuk raun-raun (traveling) mengelilingi ranah minang. kenapa kami harus berkumpul di kota padang? maklumlah kami berasal dari nagari yang saling berpencar. koto di lansano, pesisir selatan. esha di saniang bakar tepi danau singkarak. pinto di sungai tarab, batu sangkar. sedang saya di padang sibusuak, sebuah nagari yang merupakan benteng pertahanan kerjaan minangkabau pada zaman dahulu, dan menurut tambo alam minangkabau, nama padang sibusuak diberikan pada nagari yang awalnya bernama padang bulu kasab itu, tersebab keheroikan perjuangan rakyat minangkabau menghadang invansi bala tentara majapahit ke kerajaan pagaruyung di nagari padang bulu kasab yang kemudian berganti nama menjadi nagari padang sibusuak karena banyaknya mayat bergelimpangan seusai pertempuran dan menimbulkan bau busuk.
kerajaan minangkabau tidak memiliki pasukan militer sebagaimana kerajaan lainnya. minangkabau menganut sistem pertahanan rakyat semesta dimana apabila diserang seluruh rakyat terlibat mempertahankan tanah pusako bundo. minangkabau selain dibantu oleh geografis alam yang dilingkung oleh bukit barisan (benteng alam), juga menerapkan nagari nagari benteng seperti kawasan "racun" di pasaman. sistem pertahanan 'rakyat semesta' inilah yang pernah diapdosi oleh tan malaka untuk dijadikan sistem pertahanan indonesia dan dipergunakan pada masa revolusi fisik (1945-1949).
dalam angan-angan saya selepas kesepakatan kami buat, sangatlah indah. bagaimana tidak, kami akan raun-raun berempat dengan motor melihat ranah minang. bukit nan manjulang. lembah nan tambantang. langit nan takambang. lihat kincir air penumbuk kopi di sungai tarab sambil merasakan udara dingin turun dari gunung marapi menyapa tubuh. mandi di danau singkarak dan kalau lapar makan nasi bareh solok dengan lauk pangek ikan bili, hem sedap sekali! singgah di padang sibusuak dan pergi ke nagari sisawah menyusuri ngalau (goa) stalagmit, menghayati meditasi air yang menjadi ornamen batu yang indah di langit-langit goa. pergi melaut di lansano, pesisir selatan, bersama nelayan yang telah dipesan koto. tentu kami akan bersua pula dengan padusi minang nan rancak, kamek, jongkek. alamak jang! perjalanan ini akan menyenangkan. dan saya yakin, lebih indah dari puisi apa pun yang pernah kami buat.
angin menggiring hari. hari yang kami sepakati pun tiba. tapi berempat dari kami, hanya koto yang percaya pada janji. ia tiba di padang sendiri (apakah ia sedih waktu itu?). sedang esha tetap di saniang baka. pinto di sungai tarab. saya di padang sibusuak. dengan kesibukan dan halangan masing-masing. untunglah di padang, ia bertemu dengan romi zarman dan mereka pun jalan-jalan. entah ke mana.
kami bersepakat (saya, indrian koto, esha tegar putra, pinto anugrah) pada hari lebaran ketiga tahun 2007 ini akan berkumpul di kota padang untuk raun-raun (traveling) mengelilingi ranah minang. kenapa kami harus berkumpul di kota padang? maklumlah kami berasal dari nagari yang saling berpencar. koto di lansano, pesisir selatan. esha di saniang bakar tepi danau singkarak. pinto di sungai tarab, batu sangkar. sedang saya di padang sibusuak, sebuah nagari yang merupakan benteng pertahanan kerjaan minangkabau pada zaman dahulu, dan menurut tambo alam minangkabau, nama padang sibusuak diberikan pada nagari yang awalnya bernama padang bulu kasab itu, tersebab keheroikan perjuangan rakyat minangkabau menghadang invansi bala tentara majapahit ke kerajaan pagaruyung di nagari padang bulu kasab yang kemudian berganti nama menjadi nagari padang sibusuak karena banyaknya mayat bergelimpangan seusai pertempuran dan menimbulkan bau busuk.
kerajaan minangkabau tidak memiliki pasukan militer sebagaimana kerajaan lainnya. minangkabau menganut sistem pertahanan rakyat semesta dimana apabila diserang seluruh rakyat terlibat mempertahankan tanah pusako bundo. minangkabau selain dibantu oleh geografis alam yang dilingkung oleh bukit barisan (benteng alam), juga menerapkan nagari nagari benteng seperti kawasan "racun" di pasaman. sistem pertahanan 'rakyat semesta' inilah yang pernah diapdosi oleh tan malaka untuk dijadikan sistem pertahanan indonesia dan dipergunakan pada masa revolusi fisik (1945-1949).
dalam angan-angan saya selepas kesepakatan kami buat, sangatlah indah. bagaimana tidak, kami akan raun-raun berempat dengan motor melihat ranah minang. bukit nan manjulang. lembah nan tambantang. langit nan takambang. lihat kincir air penumbuk kopi di sungai tarab sambil merasakan udara dingin turun dari gunung marapi menyapa tubuh. mandi di danau singkarak dan kalau lapar makan nasi bareh solok dengan lauk pangek ikan bili, hem sedap sekali! singgah di padang sibusuak dan pergi ke nagari sisawah menyusuri ngalau (goa) stalagmit, menghayati meditasi air yang menjadi ornamen batu yang indah di langit-langit goa. pergi melaut di lansano, pesisir selatan, bersama nelayan yang telah dipesan koto. tentu kami akan bersua pula dengan padusi minang nan rancak, kamek, jongkek. alamak jang! perjalanan ini akan menyenangkan. dan saya yakin, lebih indah dari puisi apa pun yang pernah kami buat.
angin menggiring hari. hari yang kami sepakati pun tiba. tapi berempat dari kami, hanya koto yang percaya pada janji. ia tiba di padang sendiri (apakah ia sedih waktu itu?). sedang esha tetap di saniang baka. pinto di sungai tarab. saya di padang sibusuak. dengan kesibukan dan halangan masing-masing. untunglah di padang, ia bertemu dengan romi zarman dan mereka pun jalan-jalan. entah ke mana.
31 Oktober 2007
6 Oktober 2007
19 September 2007
Poem
Hantu Kecil
hantu hantu kecil
yang mengitari rumahku
mengintai dari pentilasi
dan lubang kunci
hantu hantu kecil
yang mengitari rumahku
masuklah, mari kita diskusi
kini aku bukan kanak-kanak lagi
hantu hantu kecil
yang mengitari rumahku
mengintai dari pentilasi
dan lubang kunci
hantu hantu kecil
yang mengitari rumahku
masuklah, mari kita diskusi
kini aku bukan kanak-kanak lagi
5 September 2007
Solilokui
Sakit
beberapa hari saya diamuk demam sungguhan. dalam deman itu, saya seperti berada di negeri asing. tak ada yang mengenal saya, pun saya seperti tak mengenal siapa-siapa.
saya terbaring di atas kasur. saya menatap langit-langit kamar. langit-langit kamar menatap saya. saya tidak tahu siapa sebenarnya yang menatap.
ada suara berkejaran di loteng. saya bermain-main dengan suara di loteng itu. rasanya? hanya saya seorang yang tahu.
saya seorang :)
beberapa hari saya diamuk demam sungguhan. dalam deman itu, saya seperti berada di negeri asing. tak ada yang mengenal saya, pun saya seperti tak mengenal siapa-siapa.
saya terbaring di atas kasur. saya menatap langit-langit kamar. langit-langit kamar menatap saya. saya tidak tahu siapa sebenarnya yang menatap.
ada suara berkejaran di loteng. saya bermain-main dengan suara di loteng itu. rasanya? hanya saya seorang yang tahu.
saya seorang :)
21 Agustus 2007
Poem
8 Agustus 2007
solilokui
saya berlari karena saya ingin berlari
begitulah, agaknya, ucapan forest gump dalam film jadul yang dibintangi oleh tom hunk, tapi cukup lama berumah dalam ingatan saya dan saya bukan satpol pp yang gemar mengobrak-abrik, apalagi bagi memori yang mengambil tempat dengan intimnya.
adakah alasan yang lebih kuat selain alasan itu sendiri?
aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk mawar atau batu topaz atau panah anyelir yang menyalakan api
(pablo neruda)
begitulah, agaknya, ucapan forest gump dalam film jadul yang dibintangi oleh tom hunk, tapi cukup lama berumah dalam ingatan saya dan saya bukan satpol pp yang gemar mengobrak-abrik, apalagi bagi memori yang mengambil tempat dengan intimnya.
adakah alasan yang lebih kuat selain alasan itu sendiri?
aku tak mencintaimu seolah-olah kau adalah serbuk mawar atau batu topaz atau panah anyelir yang menyalakan api
(pablo neruda)
5 Agustus 2007
poem
poem
Penyeberangan
meninggalkan pulau menjemput pulau
di buritan bersama angin yang lain
tanpa kawan obrolan dan bulan
nafas laut yang tua naik turun
separuh getir, dan keheningan malam?
mengental suara lunas kapal
membentur punggung laut.
ada kelip lampu mercusuar di kejauhan
seperti mata perempuan tak dikenal
menangkap mataku di senja merah penghabisan.
pelabuhan masih jauh tapi sebentar lagi
hari akan benderang. sebentar lagi
angin malam bersalin ke dalam siang.
29 Juli 2007
pers release
Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung
Serang, Banten, 20-22 Juli 2007
Kondisi Sastra Indonesia saat ini memperlihatkan gejala berlangsungnya dominasi sebuah komunitas dan azas yang dianutnya terhadap komunitas-komunitas sastra lainnya. Dominasi itu bahkan tampil dalam bentuknya yang paling arogan, yaitu merasa berhak merumuskan dan memetakan perkembangan sastra menurut standar estetika dan ideologi yang dianutnya. Kondisi ini jelas meresahkan komunitas-komunitas sastra yang ada di Indonesia karena kontraproduktif dan destruktif bagi perkembangan sastra Indonesia yang sehat, setara, dan bermartabat. Dalam menyikapi kondisi ini, kami sastrawan dan penggiat komunitas-komunitas sastra memaklumatkan Pernyataan Sikap sebagai berikut:
1. Menolak arogansi dan dominasi sebuah komunitas atas komunitas lainnya.
2. Menolak eksploitasi seksual sebagai standar estetika.
3. Menolak bantuan asing yang memperalat keindonesiaan kebudayaan kita.
Bagi kami sastra adalah ekspresi seni yang merefleksikan keindonesiaan kebudayaan kita di mana moralitas merupakan salah satu pilar utamanya. Terkait dengan itu sudah tentu sastrawan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (pembaca). Oleh karena itu kami menentang sikap ketidakpedulian pemerintah terhadap musibah-musibah yang disebabkan baik oleh perusahaan, individu, maupunkebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, misalnya tragedilumpur gas Lapindo di Sidoarjo. Kami juga mengecam keras sastrawan yang nyata-nyata tidak mempedulikan musibah-musibah tersebut, bahkan berafiliasi dengan pengusaha yang mengakibatkan musibah tersebut. Demikianlah Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai pendirian kami terhadap kondisi sastra Indonesia saat ini, sekaligus solidaritas terhadap korban-korban musibah kejahatan kapitalisme di seluruh Indonesia. Kami yang menyuarakan dan mendukung pernyataan ini:
01. Wowok Hesti Prabowo (Tangerang), 02. Saut Situmorang (Yogyakarta), 03. Kusprihyanto Namma (Ngawi), 04. Wan Anwar (Serang), 05. Hasan Bisri BFC (Bekasi), 06. Ahmadun Y. Herfanda (Jakarta), 07. Helvy Tiana Rosa (Jakarta), 08. Viddy AD Daeri (Lamongan), 09. Yanusa Nugroho (Ciputat), 10. Raudal Tanjung Banua (Yogya), 11. Gola Gong (Serang), 12. Maman S. Mahayana (Jakarta), 13. Diah Hadaning (Bogor), 14. Jumari Hs (Kudus), 15. Chavcay Saefullah (Lebak), 16. Toto St. Radik (Serang), 17. Ruby Ach. Baedhawy (Serang), 18. Firman Venayaksa (Serang), 19. Slamet Raharjo Rais (Jakarta), 20. Arie MP.Tamba (Jakarta), 21. Ahmad Nurullah (Jakarta), 22. Bonnie Triyana (Jakarta), 23. Dwi Fitria (Jakarta), 24. Doddi Ahmad Fauzi (Jakarta), 25. Mat Don (Bandung), 26. Ahmad Supena (Pandeglang), 27. Mahdi Duri (Tangerang), 28. Bonari Nabonenar (Malang), 29. Asma Nadia (Depok), 30. Nur Wahida Idris (Yogyakarta), 31. Y. Thendra BP (Yogyakarta), 32. Damhuri Muhammad, 33. Katrin Bandell (Yogya), 34. Din Sadja (Banda Aceh), 35. Fahmi Faqih (Surabaya), 36. Idris Pasaribu (Medan), 37. Indriyan Koto (Medan), 38. Muda Wijaya (Bali), 39. Pranita Dewi (Bali), 40. Sindu Putra (Lombok), 41. Suharyoto Sastrosuwignyo (Riau), 42. Asep Semboja (Depok), 43. M. Arman AZ (Lampung), 44. Bilven Ultimus (Bandung), 45. Pramita Gayatri (Serang), 46. Ayuni Hasna (Bandung), 47. Sri Alhidayati (Bandung), 48. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 49. Riksariote M. Padl (bandung), 50. Solmah (Bekasi), 51. Herti (Bekasi), 52. Hayyu (Bekasi), 53. Endah Hamasah (Thullabi), 54. Nabila (DKI), 55. Manik Susanti 56. Nurfahmi Taufik el-Sha'b, 57. Benny Rhamdani (Bandung), 58. Selvy (Bandung), 59. Azura Dayana (Palembang), 60. Dani Ardiansyah (Bogor), 61. Uryati zulkifli (DKI), 62. Ervan ( DKI), 63. Andi Tenri Dala (DKI), 64. Azimah Rahayu (DKI), 65. Habiburrahman el-Shirazy, 66. Elili al-Maliky, 67. Wahyu Heriyadi, 68. Lusiana Monohevita, 69. Asma Sembiring (Bogor), 70. Yeli Sarvina (Bogor), 71. Dwi Ferriyati (Bekasi), 72. Hayyu Alynda (Bekasi), 73. herti Windya (Bekasi), 74. Nadiah Abidin (Bekasi) , 75. Ima Akip (Bekasi), 76. Lina M (Ciputat), 77. Murni (Ciputat), 78. Giyanto Subagio (Jakarta), 79. Santo (Cilegon), 80. Meiliana (DKI), 81. Ambhita Dhyaningrum (Solo), 82. Lia Oktavia (DKI), 83. Endah (Bandung), 84. Ahmad Lamuna (DKI), 85. Billy Antoro (DKI), 86. Wildan Nugraha (DKI), 87. M. Rhadyal Wilson (Bukitingi), 88. Asril Novian Alifi (Surabaya), 89. Jairi Irawan ( Surabaya) 90...... 91. Langlang Randhawa (Serang) , 92. Muhzen Den (Serang), 93. Renhard Renn (Serang), 94. Fikar W. Eda (Aceh), 95. Acep Iwan Saidi (Bandung), 96. Usman Didi Hamdani (Brebes), 97. Diah S. (Tegal), 98. Cunong Suraja (Bogor), 99. Muhamad Husen (Jambi), 100. Leonowen (Jakarta), 101. Rahmat Ali (Jakarta), 102. Makanudin RS (Bekasi), 103. Ali Ibnu Anwar ( Jawa Timur), 104. Syarif Hidayatullah (Depok), 105. Moh Hamzah Arsa (Madura), 106. Mita Indrawati (Padang), 107. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 108. Sri al-Hidayati (Bandung), 109. Nabilah (DKI), 110. Siti Sarah (DKI), 111. Rina Yulian (DKI), 112. Lilyani Taurisia WM (DKI) 113. Rina Prihatin (DKI), 114. Dwi Hariyanto (Serang), 115. Rachmat Nugraha (Jakarta), 116. Ressa Novita (Jakarta), 117. Sokat (DKI), 118. Koko Nata Kusuma (DKI), 119. Ali Muakhir (bandung), 120. M. Ifan Hidayatullah (Bandung), 121. Denny Prabowo (Depok), 122. Ratono Fadillah (Depok), 123. Sulistami Prihandini (Depok), 124. Nurhadiansyah (Depok), 125. Trimanto (Depok), 126. Birulaut (DKI), 127. Rahmadiyanti (DKI), 128. Riki Cahya (Jabar), 129. Aswi (Bandung), 130. Lian Kagura (Bandung), 131. Duddy Fachruddin (Bandung), 132. Alang Nemo (Bandung), 133. Epri Tsaqib Adew Habtsa (Bandung), 134. Tena Avragnai (Bandung), 135. Gatot Aryo (Bogor), 136. Andika (Jambi), 137. Widzar al-Ghiffary (Bandung), 138. Azizi Irawan Dwi Poetra (Serang).
Serang, Banten, 20-22 Juli 2007
Kondisi Sastra Indonesia saat ini memperlihatkan gejala berlangsungnya dominasi sebuah komunitas dan azas yang dianutnya terhadap komunitas-komunitas sastra lainnya. Dominasi itu bahkan tampil dalam bentuknya yang paling arogan, yaitu merasa berhak merumuskan dan memetakan perkembangan sastra menurut standar estetika dan ideologi yang dianutnya. Kondisi ini jelas meresahkan komunitas-komunitas sastra yang ada di Indonesia karena kontraproduktif dan destruktif bagi perkembangan sastra Indonesia yang sehat, setara, dan bermartabat. Dalam menyikapi kondisi ini, kami sastrawan dan penggiat komunitas-komunitas sastra memaklumatkan Pernyataan Sikap sebagai berikut:
1. Menolak arogansi dan dominasi sebuah komunitas atas komunitas lainnya.
2. Menolak eksploitasi seksual sebagai standar estetika.
3. Menolak bantuan asing yang memperalat keindonesiaan kebudayaan kita.
Bagi kami sastra adalah ekspresi seni yang merefleksikan keindonesiaan kebudayaan kita di mana moralitas merupakan salah satu pilar utamanya. Terkait dengan itu sudah tentu sastrawan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (pembaca). Oleh karena itu kami menentang sikap ketidakpedulian pemerintah terhadap musibah-musibah yang disebabkan baik oleh perusahaan, individu, maupunkebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, misalnya tragedilumpur gas Lapindo di Sidoarjo. Kami juga mengecam keras sastrawan yang nyata-nyata tidak mempedulikan musibah-musibah tersebut, bahkan berafiliasi dengan pengusaha yang mengakibatkan musibah tersebut. Demikianlah Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai pendirian kami terhadap kondisi sastra Indonesia saat ini, sekaligus solidaritas terhadap korban-korban musibah kejahatan kapitalisme di seluruh Indonesia. Kami yang menyuarakan dan mendukung pernyataan ini:
01. Wowok Hesti Prabowo (Tangerang), 02. Saut Situmorang (Yogyakarta), 03. Kusprihyanto Namma (Ngawi), 04. Wan Anwar (Serang), 05. Hasan Bisri BFC (Bekasi), 06. Ahmadun Y. Herfanda (Jakarta), 07. Helvy Tiana Rosa (Jakarta), 08. Viddy AD Daeri (Lamongan), 09. Yanusa Nugroho (Ciputat), 10. Raudal Tanjung Banua (Yogya), 11. Gola Gong (Serang), 12. Maman S. Mahayana (Jakarta), 13. Diah Hadaning (Bogor), 14. Jumari Hs (Kudus), 15. Chavcay Saefullah (Lebak), 16. Toto St. Radik (Serang), 17. Ruby Ach. Baedhawy (Serang), 18. Firman Venayaksa (Serang), 19. Slamet Raharjo Rais (Jakarta), 20. Arie MP.Tamba (Jakarta), 21. Ahmad Nurullah (Jakarta), 22. Bonnie Triyana (Jakarta), 23. Dwi Fitria (Jakarta), 24. Doddi Ahmad Fauzi (Jakarta), 25. Mat Don (Bandung), 26. Ahmad Supena (Pandeglang), 27. Mahdi Duri (Tangerang), 28. Bonari Nabonenar (Malang), 29. Asma Nadia (Depok), 30. Nur Wahida Idris (Yogyakarta), 31. Y. Thendra BP (Yogyakarta), 32. Damhuri Muhammad, 33. Katrin Bandell (Yogya), 34. Din Sadja (Banda Aceh), 35. Fahmi Faqih (Surabaya), 36. Idris Pasaribu (Medan), 37. Indriyan Koto (Medan), 38. Muda Wijaya (Bali), 39. Pranita Dewi (Bali), 40. Sindu Putra (Lombok), 41. Suharyoto Sastrosuwignyo (Riau), 42. Asep Semboja (Depok), 43. M. Arman AZ (Lampung), 44. Bilven Ultimus (Bandung), 45. Pramita Gayatri (Serang), 46. Ayuni Hasna (Bandung), 47. Sri Alhidayati (Bandung), 48. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 49. Riksariote M. Padl (bandung), 50. Solmah (Bekasi), 51. Herti (Bekasi), 52. Hayyu (Bekasi), 53. Endah Hamasah (Thullabi), 54. Nabila (DKI), 55. Manik Susanti 56. Nurfahmi Taufik el-Sha'b, 57. Benny Rhamdani (Bandung), 58. Selvy (Bandung), 59. Azura Dayana (Palembang), 60. Dani Ardiansyah (Bogor), 61. Uryati zulkifli (DKI), 62. Ervan ( DKI), 63. Andi Tenri Dala (DKI), 64. Azimah Rahayu (DKI), 65. Habiburrahman el-Shirazy, 66. Elili al-Maliky, 67. Wahyu Heriyadi, 68. Lusiana Monohevita, 69. Asma Sembiring (Bogor), 70. Yeli Sarvina (Bogor), 71. Dwi Ferriyati (Bekasi), 72. Hayyu Alynda (Bekasi), 73. herti Windya (Bekasi), 74. Nadiah Abidin (Bekasi) , 75. Ima Akip (Bekasi), 76. Lina M (Ciputat), 77. Murni (Ciputat), 78. Giyanto Subagio (Jakarta), 79. Santo (Cilegon), 80. Meiliana (DKI), 81. Ambhita Dhyaningrum (Solo), 82. Lia Oktavia (DKI), 83. Endah (Bandung), 84. Ahmad Lamuna (DKI), 85. Billy Antoro (DKI), 86. Wildan Nugraha (DKI), 87. M. Rhadyal Wilson (Bukitingi), 88. Asril Novian Alifi (Surabaya), 89. Jairi Irawan ( Surabaya) 90...... 91. Langlang Randhawa (Serang) , 92. Muhzen Den (Serang), 93. Renhard Renn (Serang), 94. Fikar W. Eda (Aceh), 95. Acep Iwan Saidi (Bandung), 96. Usman Didi Hamdani (Brebes), 97. Diah S. (Tegal), 98. Cunong Suraja (Bogor), 99. Muhamad Husen (Jambi), 100. Leonowen (Jakarta), 101. Rahmat Ali (Jakarta), 102. Makanudin RS (Bekasi), 103. Ali Ibnu Anwar ( Jawa Timur), 104. Syarif Hidayatullah (Depok), 105. Moh Hamzah Arsa (Madura), 106. Mita Indrawati (Padang), 107. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 108. Sri al-Hidayati (Bandung), 109. Nabilah (DKI), 110. Siti Sarah (DKI), 111. Rina Yulian (DKI), 112. Lilyani Taurisia WM (DKI) 113. Rina Prihatin (DKI), 114. Dwi Hariyanto (Serang), 115. Rachmat Nugraha (Jakarta), 116. Ressa Novita (Jakarta), 117. Sokat (DKI), 118. Koko Nata Kusuma (DKI), 119. Ali Muakhir (bandung), 120. M. Ifan Hidayatullah (Bandung), 121. Denny Prabowo (Depok), 122. Ratono Fadillah (Depok), 123. Sulistami Prihandini (Depok), 124. Nurhadiansyah (Depok), 125. Trimanto (Depok), 126. Birulaut (DKI), 127. Rahmadiyanti (DKI), 128. Riki Cahya (Jabar), 129. Aswi (Bandung), 130. Lian Kagura (Bandung), 131. Duddy Fachruddin (Bandung), 132. Alang Nemo (Bandung), 133. Epri Tsaqib Adew Habtsa (Bandung), 134. Tena Avragnai (Bandung), 135. Gatot Aryo (Bogor), 136. Andika (Jambi), 137. Widzar al-Ghiffary (Bandung), 138. Azizi Irawan Dwi Poetra (Serang).
Solilokui
Ehem....
Mengapa menulis puisi? Aih, itu pertanyaan yang kerap mengambil bantal, selimut, dan kasur saya, yang membuat saya tidak bisa tidur, kehilangan mimpi semalaman, menemukan kenyataan bahwa pagi telah benderang, dan penanggalan baru dimulai lagi.
Saya jadi ingat waktu kecil dulu, tepatnya ketika masih sekolah TK di kota hujan Padang Panjang. Saya menyukai seorang cewek manis, teman satu sekolah. Tapi saya tidak tahu alasannya apa, selain dia itu manis. Sangat manis. Cilakanya, saya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya--penyakit yang kadang masih menggerogoti saya sampai sekarang. Yang bisa saya lakukan pada saat itu, mengejar dia setiap pulang sekolah. Tentu saja dia lari. Saya mengejarnya. Dia lari. Hingga ia hilang dari jangkauan saya. Begitulah, berlangsung cukup lama.
Pada suatu hari--mengapa harus ada suatu hari?--di sekolah TK itu, saat jam bermain, dia memberikan sepotong kue bolu pada saya.
"ini untukmu," ucapnya dengan senyum kanak-kanaknya. Malu-malu saya terima sepotong kue bolu pemberiannya itu.
Sejak itu, setiap pulang sekolah saya tak lagi mengejarnya. Tapi setiap jam bermain, saya memberikan sebagian makanan saya kepadanya. Ia pun begitu.
Kami saling berbagi sebagian makanan masa kecil. Itu berlangsung cukup lama, sampai kami meninggalkan taman kanak-kanak. Dan saya tak tahu di mana dia sekarang.
Mungkin, menulis puisi bagi saya adalah menjaga dua kanak-kanak dalam diri saya agar tak hilang.
Yogyakarta, Juli 2007
Mengapa menulis puisi? Aih, itu pertanyaan yang kerap mengambil bantal, selimut, dan kasur saya, yang membuat saya tidak bisa tidur, kehilangan mimpi semalaman, menemukan kenyataan bahwa pagi telah benderang, dan penanggalan baru dimulai lagi.
Saya jadi ingat waktu kecil dulu, tepatnya ketika masih sekolah TK di kota hujan Padang Panjang. Saya menyukai seorang cewek manis, teman satu sekolah. Tapi saya tidak tahu alasannya apa, selain dia itu manis. Sangat manis. Cilakanya, saya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya--penyakit yang kadang masih menggerogoti saya sampai sekarang. Yang bisa saya lakukan pada saat itu, mengejar dia setiap pulang sekolah. Tentu saja dia lari. Saya mengejarnya. Dia lari. Hingga ia hilang dari jangkauan saya. Begitulah, berlangsung cukup lama.
Pada suatu hari--mengapa harus ada suatu hari?--di sekolah TK itu, saat jam bermain, dia memberikan sepotong kue bolu pada saya.
"ini untukmu," ucapnya dengan senyum kanak-kanaknya. Malu-malu saya terima sepotong kue bolu pemberiannya itu.
Sejak itu, setiap pulang sekolah saya tak lagi mengejarnya. Tapi setiap jam bermain, saya memberikan sebagian makanan saya kepadanya. Ia pun begitu.
Kami saling berbagi sebagian makanan masa kecil. Itu berlangsung cukup lama, sampai kami meninggalkan taman kanak-kanak. Dan saya tak tahu di mana dia sekarang.
Mungkin, menulis puisi bagi saya adalah menjaga dua kanak-kanak dalam diri saya agar tak hilang.
Yogyakarta, Juli 2007
20 Juni 2007
poem
19 Juni 2007
poem
Tuhan, telpon aku dong
tuhan, sesekali telpon aku dong
biar aku tahu di mana kau sungguh.
jangan pakai sljj apalagi sli, yang dekat saja, lokal cukuplah.
kalau engkau nilpon pakai sljj apalagi sli
betapa jauhnya engkau dariku.
habis, setiap kali kucalling engkau
acap kali mailbox atau terdengar suara mendayu bidadari entah: "tuhan
yang anda hubungi sedang sibuk, tunggulah beberapa saat lagi"
memang dosaku banyak,
untuk itu aku pinta ampunanmu.
kalau engkau tak sudi: wah pada siapa lagi aku akan meminta.
tuhan, telpon aku dong
tak usah lama-lama, sedetik cukuplah.
dan hidupku akan sempurna.
Yogyakarta, Januari 2003
tuhan, sesekali telpon aku dong
biar aku tahu di mana kau sungguh.
jangan pakai sljj apalagi sli, yang dekat saja, lokal cukuplah.
kalau engkau nilpon pakai sljj apalagi sli
betapa jauhnya engkau dariku.
habis, setiap kali kucalling engkau
acap kali mailbox atau terdengar suara mendayu bidadari entah: "tuhan
yang anda hubungi sedang sibuk, tunggulah beberapa saat lagi"
memang dosaku banyak,
untuk itu aku pinta ampunanmu.
kalau engkau tak sudi: wah pada siapa lagi aku akan meminta.
tuhan, telpon aku dong
tak usah lama-lama, sedetik cukuplah.
dan hidupku akan sempurna.
Yogyakarta, Januari 2003
poem
Kekasih Malam
malam seperti penyamun
yang menghadang tiba-tiba
ketika aku berjalan
tanpa sesiapa bersama
malam meminta sesuatu
tapi aku tak membawa apa-apa,
selain hatiku
lalu malam mengambil hatiku
(sejak itu,kami pacaran di kuburan)
Yogyakarta, 2005
malam seperti penyamun
yang menghadang tiba-tiba
ketika aku berjalan
tanpa sesiapa bersama
malam meminta sesuatu
tapi aku tak membawa apa-apa,
selain hatiku
lalu malam mengambil hatiku
(sejak itu,kami pacaran di kuburan)
Yogyakarta, 2005
Langganan:
Postingan (Atom)