22 November 2007

Poem

Sawahlunto

dari taman rumah sakit di ketinggian, di antara
bau luka rumput dan tabung infus, kita lihat
sebatang sungai kurus dan kumal
bagai pemabuk mengalir sempoyongan
melintasi kota lembah yang terbuat
dari sperma belanda. lengking peluit
kereta batu bara penghabisan masih mengiang dan
melayang antara bukit mata air dan puncak polan
dalam senja berlemak. kualihkan pandangmu
pada menara angin: rumah hantu masa lampau.
kemudian percakapan kita melangkah ke bawah
bersama malam berminyak.

di depan gereja tua dan pengantuk
mataku terantuk pada punggung
pengendara motor tak dikenal
yang melintas begitu cepat seperti tingkap
seperti pintu rumah dikunci, di sini, sebelum tetes
embun pertama jatuh dari mata bintang bintang
menamatkan riwayat malam yang kesepian. ah,

begitu lekas segala lalu. sementara
aku tak tahu bagaimana kau hidup dengan kaki terantai
di atas lubang lubang tambang yang terbengkalai.
mungkin, parfum murahan, musik yang mengalir dari telpon genggam,
buklet pariwisata dalam tas hitam, sedikit menjagamu
dari ketiadaan.

Tidak ada komentar: