28 Januari 2008

Poem

Nanti Kampungku Jadi Kaleng Mentega

koto dan sukma. kalau nanti kalian jadi pengantin bulan
aku ingin hadir di pesta kalian. tapi
aku tidak tahu apa nasib waktu kemudian.
sekarang kita bikin sedikit angan-angan dalam ambulan:
kalau aku punya uang, kalian aku undang
di kampungku makan lemang, mendaki bukit silungkang.
apa kalian pernah melihat meditasi air di langit-langit ngalau?
ratusan tahun lamanya ia bertahan dalam sunyi hingga menyusun dirinya
jadi ornamen yang lebih indah dari bangunan apa pun orang
kota ciptakan. baiklah, nanti kita jalan-jalan ke sisawah.
memudik air di bawah cahaya matahari yang disaring daun daun,
mendengar suara batu agung (gerbang kampung); suara akar, tebing, tanah,
arus sungai; burung punai, babi hutan, harimau daun, ular, siamang, biawak, kucing air;
cindaku, sijundai, sibigau. apalagi ya? alamak!
angin ternyata menyimpan banyak suara tak tergambarkan
campur aduk dengan suara kesedihan
yang setengah mampus kita tuliskan.


sunlie, kiting, fahmi, mau ikut juga? ajaklah siapa saja
asal jangan kalian bawa pemerintah. aku takut nanti kampungku
jadi seperti kampung komang ira. nanti aku harus beli tiket masuk
untuk berkunjung ke negeri leluhurku sendiri.
nanti kampungku jadi kaleng mentega.