Sepatu & Tuhan Impor Buat Kaki Dunia Ketiga
aku mesti memasukan kakiku sendiri
ke dalam sepatu
untuk berjalan sore ini.
hari apa mama
memasukan kakiku
pertama kali
ke dalam sepatu?
kini,
aku tidak pernah salah memasukan kakiku
ke dalam sepatu
dengan santai atau terburu-buru.
saat aku belajar memakai sepatuku sendiri,
kadang mama bilang:
“sepatumu terbalik.
nanti orang tertawa.
nanti kamu jatuh.
diperbaiki dong.”
olala, apa warna sepatu yang pertama?
berapa sepatu habis untuk berjalan?
bila aku bertemu orang yang melirik sepatuku,
aku jawab dalam hati:
“hei men, ini sepatu boot australia
beli di singapur
pemberian kakak di batam.
impor men!”
sepatuku
ya allah
ya bapa
ya dewa
impor!
oh my god
& sepatuku
yang impor.
ayo, kita jalan-jalan,
beli es cendol
& buku
pascakolonial
sore ini.
11 Desember 2010
Puisi
Ia Membuat Malam Lebih Cepat Daripada Jam
- V -
bibir lembut, bibir yang basah itu
mengawali pertemuan kami dengan:
"aku sudah tampak tua, ya?"
pelayan tiba—
meletakan secangkir kopi
dan secangkir teh tarik
di meja kayu—
dan berlalu.
"kamu belum tua."
aku melihat kuku jarinya.
bibir lembut, bibir yang basah itu
memercik ragu:
"kata mama, aku sudah tampak tua."
aku melihat tangannya gelisah,
mengaduk-aduk teh tarik siang itu.
ia memutar waktu dengan sendok,
membuat ruang lebih cepat jadi malam,
menelan bibir lembut, bibir yang basah.
hanya kukunya, kuku tinggal cahaya.
kunang-kunang di keheningan.
- V -
bibir lembut, bibir yang basah itu
mengawali pertemuan kami dengan:
"aku sudah tampak tua, ya?"
pelayan tiba—
meletakan secangkir kopi
dan secangkir teh tarik
di meja kayu—
dan berlalu.
"kamu belum tua."
aku melihat kuku jarinya.
bibir lembut, bibir yang basah itu
memercik ragu:
"kata mama, aku sudah tampak tua."
aku melihat tangannya gelisah,
mengaduk-aduk teh tarik siang itu.
ia memutar waktu dengan sendok,
membuat ruang lebih cepat jadi malam,
menelan bibir lembut, bibir yang basah.
hanya kukunya, kuku tinggal cahaya.
kunang-kunang di keheningan.
Langganan:
Postingan (Atom)