Merak-Bakauheni
angin jalang
matahari lajang
laut bercermin di langitmu
siang hampir matang
ahk! semua lapar
usus menjerit
seperti tulang tulang ikan di terumbu karang
masih jauhkah pelabuhan itu?
semua ingin sampai
rindu ingin digapai
tapi kapal ini begitu lambat
congkak dan tua
seperti pemerintah
mengigau
atas cahaya bawah laut
gunung krakatau itu tampak tenang?
sesungguhnya tidak, seperti dirimu
menyimpan larva duka cinta
26 November 2007
22 November 2007
Poem
Sawahlunto
dari taman rumah sakit di ketinggian, di antara
bau luka rumput dan tabung infus, kita lihat
sebatang sungai kurus dan kumal
bagai pemabuk mengalir sempoyongan
melintasi kota lembah yang terbuat
dari sperma belanda. lengking peluit
kereta batu bara penghabisan masih mengiang dan
melayang antara bukit mata air dan puncak polan
dalam senja berlemak. kualihkan pandangmu
pada menara angin: rumah hantu masa lampau.
kemudian percakapan kita melangkah ke bawah
bersama malam berminyak.
di depan gereja tua dan pengantuk
mataku terantuk pada punggung
pengendara motor tak dikenal
yang melintas begitu cepat seperti tingkap
seperti pintu rumah dikunci, di sini, sebelum tetes
embun pertama jatuh dari mata bintang bintang
menamatkan riwayat malam yang kesepian. ah,
begitu lekas segala lalu. sementara
aku tak tahu bagaimana kau hidup dengan kaki terantai
di atas lubang lubang tambang yang terbengkalai.
mungkin, parfum murahan, musik yang mengalir dari telpon genggam,
buklet pariwisata dalam tas hitam, sedikit menjagamu
dari ketiadaan.
dari taman rumah sakit di ketinggian, di antara
bau luka rumput dan tabung infus, kita lihat
sebatang sungai kurus dan kumal
bagai pemabuk mengalir sempoyongan
melintasi kota lembah yang terbuat
dari sperma belanda. lengking peluit
kereta batu bara penghabisan masih mengiang dan
melayang antara bukit mata air dan puncak polan
dalam senja berlemak. kualihkan pandangmu
pada menara angin: rumah hantu masa lampau.
kemudian percakapan kita melangkah ke bawah
bersama malam berminyak.
di depan gereja tua dan pengantuk
mataku terantuk pada punggung
pengendara motor tak dikenal
yang melintas begitu cepat seperti tingkap
seperti pintu rumah dikunci, di sini, sebelum tetes
embun pertama jatuh dari mata bintang bintang
menamatkan riwayat malam yang kesepian. ah,
begitu lekas segala lalu. sementara
aku tak tahu bagaimana kau hidup dengan kaki terantai
di atas lubang lubang tambang yang terbengkalai.
mungkin, parfum murahan, musik yang mengalir dari telpon genggam,
buklet pariwisata dalam tas hitam, sedikit menjagamu
dari ketiadaan.
4 November 2007
Solilokui
Hujan Jatuh Dari Bintang Bintang
sudah hampir seminggu kedatangan saya di jogja sejak mudik dari kampung di ranah minang, dan selama itu pula saya bertemu melulu dengan hujan yang menebarkan aroma basah di mana-mana, hujan yang membuat kota seperti berada dalam linangan cahaya bawah air. sedang saya seperti penyelam kehabisan oksigen, ingin bergegas naik menuju pusat cahaya.
sudah hampir seminggu kedatangan saya di jogja sejak mudik dari kampung di ranah minang, dan selama itu pula saya bertemu melulu dengan hujan yang menebarkan aroma basah di mana-mana, hujan yang membuat kota seperti berada dalam linangan cahaya bawah air. sedang saya seperti penyelam kehabisan oksigen, ingin bergegas naik menuju pusat cahaya.
2 November 2007
Solilokui
Semuanya indah dalam angan-angan
kami bersepakat (saya, indrian koto, esha tegar putra, pinto anugrah) pada hari lebaran ketiga tahun 2007 ini akan berkumpul di kota padang untuk raun-raun (traveling) mengelilingi ranah minang. kenapa kami harus berkumpul di kota padang? maklumlah kami berasal dari nagari yang saling berpencar. koto di lansano, pesisir selatan. esha di saniang bakar tepi danau singkarak. pinto di sungai tarab, batu sangkar. sedang saya di padang sibusuak, sebuah nagari yang merupakan benteng pertahanan kerjaan minangkabau pada zaman dahulu, dan menurut tambo alam minangkabau, nama padang sibusuak diberikan pada nagari yang awalnya bernama padang bulu kasab itu, tersebab keheroikan perjuangan rakyat minangkabau menghadang invansi bala tentara majapahit ke kerajaan pagaruyung di nagari padang bulu kasab yang kemudian berganti nama menjadi nagari padang sibusuak karena banyaknya mayat bergelimpangan seusai pertempuran dan menimbulkan bau busuk.
kerajaan minangkabau tidak memiliki pasukan militer sebagaimana kerajaan lainnya. minangkabau menganut sistem pertahanan rakyat semesta dimana apabila diserang seluruh rakyat terlibat mempertahankan tanah pusako bundo. minangkabau selain dibantu oleh geografis alam yang dilingkung oleh bukit barisan (benteng alam), juga menerapkan nagari nagari benteng seperti kawasan "racun" di pasaman. sistem pertahanan 'rakyat semesta' inilah yang pernah diapdosi oleh tan malaka untuk dijadikan sistem pertahanan indonesia dan dipergunakan pada masa revolusi fisik (1945-1949).
dalam angan-angan saya selepas kesepakatan kami buat, sangatlah indah. bagaimana tidak, kami akan raun-raun berempat dengan motor melihat ranah minang. bukit nan manjulang. lembah nan tambantang. langit nan takambang. lihat kincir air penumbuk kopi di sungai tarab sambil merasakan udara dingin turun dari gunung marapi menyapa tubuh. mandi di danau singkarak dan kalau lapar makan nasi bareh solok dengan lauk pangek ikan bili, hem sedap sekali! singgah di padang sibusuak dan pergi ke nagari sisawah menyusuri ngalau (goa) stalagmit, menghayati meditasi air yang menjadi ornamen batu yang indah di langit-langit goa. pergi melaut di lansano, pesisir selatan, bersama nelayan yang telah dipesan koto. tentu kami akan bersua pula dengan padusi minang nan rancak, kamek, jongkek. alamak jang! perjalanan ini akan menyenangkan. dan saya yakin, lebih indah dari puisi apa pun yang pernah kami buat.
angin menggiring hari. hari yang kami sepakati pun tiba. tapi berempat dari kami, hanya koto yang percaya pada janji. ia tiba di padang sendiri (apakah ia sedih waktu itu?). sedang esha tetap di saniang baka. pinto di sungai tarab. saya di padang sibusuak. dengan kesibukan dan halangan masing-masing. untunglah di padang, ia bertemu dengan romi zarman dan mereka pun jalan-jalan. entah ke mana.
kami bersepakat (saya, indrian koto, esha tegar putra, pinto anugrah) pada hari lebaran ketiga tahun 2007 ini akan berkumpul di kota padang untuk raun-raun (traveling) mengelilingi ranah minang. kenapa kami harus berkumpul di kota padang? maklumlah kami berasal dari nagari yang saling berpencar. koto di lansano, pesisir selatan. esha di saniang bakar tepi danau singkarak. pinto di sungai tarab, batu sangkar. sedang saya di padang sibusuak, sebuah nagari yang merupakan benteng pertahanan kerjaan minangkabau pada zaman dahulu, dan menurut tambo alam minangkabau, nama padang sibusuak diberikan pada nagari yang awalnya bernama padang bulu kasab itu, tersebab keheroikan perjuangan rakyat minangkabau menghadang invansi bala tentara majapahit ke kerajaan pagaruyung di nagari padang bulu kasab yang kemudian berganti nama menjadi nagari padang sibusuak karena banyaknya mayat bergelimpangan seusai pertempuran dan menimbulkan bau busuk.
kerajaan minangkabau tidak memiliki pasukan militer sebagaimana kerajaan lainnya. minangkabau menganut sistem pertahanan rakyat semesta dimana apabila diserang seluruh rakyat terlibat mempertahankan tanah pusako bundo. minangkabau selain dibantu oleh geografis alam yang dilingkung oleh bukit barisan (benteng alam), juga menerapkan nagari nagari benteng seperti kawasan "racun" di pasaman. sistem pertahanan 'rakyat semesta' inilah yang pernah diapdosi oleh tan malaka untuk dijadikan sistem pertahanan indonesia dan dipergunakan pada masa revolusi fisik (1945-1949).
dalam angan-angan saya selepas kesepakatan kami buat, sangatlah indah. bagaimana tidak, kami akan raun-raun berempat dengan motor melihat ranah minang. bukit nan manjulang. lembah nan tambantang. langit nan takambang. lihat kincir air penumbuk kopi di sungai tarab sambil merasakan udara dingin turun dari gunung marapi menyapa tubuh. mandi di danau singkarak dan kalau lapar makan nasi bareh solok dengan lauk pangek ikan bili, hem sedap sekali! singgah di padang sibusuak dan pergi ke nagari sisawah menyusuri ngalau (goa) stalagmit, menghayati meditasi air yang menjadi ornamen batu yang indah di langit-langit goa. pergi melaut di lansano, pesisir selatan, bersama nelayan yang telah dipesan koto. tentu kami akan bersua pula dengan padusi minang nan rancak, kamek, jongkek. alamak jang! perjalanan ini akan menyenangkan. dan saya yakin, lebih indah dari puisi apa pun yang pernah kami buat.
angin menggiring hari. hari yang kami sepakati pun tiba. tapi berempat dari kami, hanya koto yang percaya pada janji. ia tiba di padang sendiri (apakah ia sedih waktu itu?). sedang esha tetap di saniang baka. pinto di sungai tarab. saya di padang sibusuak. dengan kesibukan dan halangan masing-masing. untunglah di padang, ia bertemu dengan romi zarman dan mereka pun jalan-jalan. entah ke mana.
Langganan:
Postingan (Atom)