29 Juli 2007

pers release

Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung
Serang, Banten, 20-22 Juli 2007


Kondisi Sastra Indonesia saat ini memperlihatkan gejala berlangsungnya dominasi sebuah komunitas dan azas yang dianutnya terhadap komunitas-komunitas sastra lainnya. Dominasi itu bahkan tampil dalam bentuknya yang paling arogan, yaitu merasa berhak merumuskan dan memetakan perkembangan sastra menurut standar estetika dan ideologi yang dianutnya. Kondisi ini jelas meresahkan komunitas-komunitas sastra yang ada di Indonesia karena kontraproduktif dan destruktif bagi perkembangan sastra Indonesia yang sehat, setara, dan bermartabat. Dalam menyikapi kondisi ini, kami sastrawan dan penggiat komunitas-komunitas sastra memaklumatkan Pernyataan Sikap sebagai berikut:
1. Menolak arogansi dan dominasi sebuah komunitas atas komunitas lainnya.
2. Menolak eksploitasi seksual sebagai standar estetika.
3. Menolak bantuan asing yang memperalat keindonesiaan kebudayaan kita.

Bagi kami sastra adalah ekspresi seni yang merefleksikan keindonesiaan kebudayaan kita di mana moralitas merupakan salah satu pilar utamanya. Terkait dengan itu sudah tentu sastrawan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (pembaca). Oleh karena itu kami menentang sikap ketidakpedulian pemerintah terhadap musibah-musibah yang disebabkan baik oleh perusahaan, individu, maupunkebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, misalnya tragedilumpur gas Lapindo di Sidoarjo. Kami juga mengecam keras sastrawan yang nyata-nyata tidak mempedulikan musibah-musibah tersebut, bahkan berafiliasi dengan pengusaha yang mengakibatkan musibah tersebut. Demikianlah Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai pendirian kami terhadap kondisi sastra Indonesia saat ini, sekaligus solidaritas terhadap korban-korban musibah kejahatan kapitalisme di seluruh Indonesia. Kami yang menyuarakan dan mendukung pernyataan ini:

01. Wowok Hesti Prabowo (Tangerang), 02. Saut Situmorang (Yogyakarta), 03. Kusprihyanto Namma (Ngawi), 04. Wan Anwar (Serang), 05. Hasan Bisri BFC (Bekasi), 06. Ahmadun Y. Herfanda (Jakarta), 07. Helvy Tiana Rosa (Jakarta), 08. Viddy AD Daeri (Lamongan), 09. Yanusa Nugroho (Ciputat), 10. Raudal Tanjung Banua (Yogya), 11. Gola Gong (Serang), 12. Maman S. Mahayana (Jakarta), 13. Diah Hadaning (Bogor), 14. Jumari Hs (Kudus), 15. Chavcay Saefullah (Lebak), 16. Toto St. Radik (Serang), 17. Ruby Ach. Baedhawy (Serang), 18. Firman Venayaksa (Serang), 19. Slamet Raharjo Rais (Jakarta), 20. Arie MP.Tamba (Jakarta), 21. Ahmad Nurullah (Jakarta), 22. Bonnie Triyana (Jakarta), 23. Dwi Fitria (Jakarta), 24. Doddi Ahmad Fauzi (Jakarta), 25. Mat Don (Bandung), 26. Ahmad Supena (Pandeglang), 27. Mahdi Duri (Tangerang), 28. Bonari Nabonenar (Malang), 29. Asma Nadia (Depok), 30. Nur Wahida Idris (Yogyakarta), 31. Y. Thendra BP (Yogyakarta), 32. Damhuri Muhammad, 33. Katrin Bandell (Yogya), 34. Din Sadja (Banda Aceh), 35. Fahmi Faqih (Surabaya), 36. Idris Pasaribu (Medan), 37. Indriyan Koto (Medan), 38. Muda Wijaya (Bali), 39. Pranita Dewi (Bali), 40. Sindu Putra (Lombok), 41. Suharyoto Sastrosuwignyo (Riau), 42. Asep Semboja (Depok), 43. M. Arman AZ (Lampung), 44. Bilven Ultimus (Bandung), 45. Pramita Gayatri (Serang), 46. Ayuni Hasna (Bandung), 47. Sri Alhidayati (Bandung), 48. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 49. Riksariote M. Padl (bandung), 50. Solmah (Bekasi), 51. Herti (Bekasi), 52. Hayyu (Bekasi), 53. Endah Hamasah (Thullabi), 54. Nabila (DKI), 55. Manik Susanti 56. Nurfahmi Taufik el-Sha'b, 57. Benny Rhamdani (Bandung), 58. Selvy (Bandung), 59. Azura Dayana (Palembang), 60. Dani Ardiansyah (Bogor), 61. Uryati zulkifli (DKI), 62. Ervan ( DKI), 63. Andi Tenri Dala (DKI), 64. Azimah Rahayu (DKI), 65. Habiburrahman el-Shirazy, 66. Elili al-Maliky, 67. Wahyu Heriyadi, 68. Lusiana Monohevita, 69. Asma Sembiring (Bogor), 70. Yeli Sarvina (Bogor), 71. Dwi Ferriyati (Bekasi), 72. Hayyu Alynda (Bekasi), 73. herti Windya (Bekasi), 74. Nadiah Abidin (Bekasi) , 75. Ima Akip (Bekasi), 76. Lina M (Ciputat), 77. Murni (Ciputat), 78. Giyanto Subagio (Jakarta), 79. Santo (Cilegon), 80. Meiliana (DKI), 81. Ambhita Dhyaningrum (Solo), 82. Lia Oktavia (DKI), 83. Endah (Bandung), 84. Ahmad Lamuna (DKI), 85. Billy Antoro (DKI), 86. Wildan Nugraha (DKI), 87. M. Rhadyal Wilson (Bukitingi), 88. Asril Novian Alifi (Surabaya), 89. Jairi Irawan ( Surabaya) 90...... 91. Langlang Randhawa (Serang) , 92. Muhzen Den (Serang), 93. Renhard Renn (Serang), 94. Fikar W. Eda (Aceh), 95. Acep Iwan Saidi (Bandung), 96. Usman Didi Hamdani (Brebes), 97. Diah S. (Tegal), 98. Cunong Suraja (Bogor), 99. Muhamad Husen (Jambi), 100. Leonowen (Jakarta), 101. Rahmat Ali (Jakarta), 102. Makanudin RS (Bekasi), 103. Ali Ibnu Anwar ( Jawa Timur), 104. Syarif Hidayatullah (Depok), 105. Moh Hamzah Arsa (Madura), 106. Mita Indrawati (Padang), 107. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung), 108. Sri al-Hidayati (Bandung), 109. Nabilah (DKI), 110. Siti Sarah (DKI), 111. Rina Yulian (DKI), 112. Lilyani Taurisia WM (DKI) 113. Rina Prihatin (DKI), 114. Dwi Hariyanto (Serang), 115. Rachmat Nugraha (Jakarta), 116. Ressa Novita (Jakarta), 117. Sokat (DKI), 118. Koko Nata Kusuma (DKI), 119. Ali Muakhir (bandung), 120. M. Ifan Hidayatullah (Bandung), 121. Denny Prabowo (Depok), 122. Ratono Fadillah (Depok), 123. Sulistami Prihandini (Depok), 124. Nurhadiansyah (Depok), 125. Trimanto (Depok), 126. Birulaut (DKI), 127. Rahmadiyanti (DKI), 128. Riki Cahya (Jabar), 129. Aswi (Bandung), 130. Lian Kagura (Bandung), 131. Duddy Fachruddin (Bandung), 132. Alang Nemo (Bandung), 133. Epri Tsaqib Adew Habtsa (Bandung), 134. Tena Avragnai (Bandung), 135. Gatot Aryo (Bogor), 136. Andika (Jambi), 137. Widzar al-Ghiffary (Bandung), 138. Azizi Irawan Dwi Poetra (Serang).

Solilokui

Ehem....

Mengapa menulis puisi? Aih, itu pertanyaan yang kerap mengambil bantal, selimut, dan kasur saya, yang membuat saya tidak bisa tidur, kehilangan mimpi semalaman, menemukan kenyataan bahwa pagi telah benderang, dan penanggalan baru dimulai lagi.

Saya jadi ingat waktu kecil dulu, tepatnya ketika masih sekolah TK di kota hujan Padang Panjang. Saya menyukai seorang cewek manis, teman satu sekolah. Tapi saya tidak tahu alasannya apa, selain dia itu manis. Sangat manis. Cilakanya, saya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya--penyakit yang kadang masih menggerogoti saya sampai sekarang. Yang bisa saya lakukan pada saat itu, mengejar dia setiap pulang sekolah. Tentu saja dia lari. Saya mengejarnya. Dia lari. Hingga ia hilang dari jangkauan saya. Begitulah, berlangsung cukup lama.

Pada suatu hari--mengapa harus ada suatu hari?--di sekolah TK itu, saat jam bermain, dia memberikan sepotong kue bolu pada saya.

"ini untukmu," ucapnya dengan senyum kanak-kanaknya. Malu-malu saya terima sepotong kue bolu pemberiannya itu.

Sejak itu, setiap pulang sekolah saya tak lagi mengejarnya. Tapi setiap jam bermain, saya memberikan sebagian makanan saya kepadanya. Ia pun begitu.

Kami saling berbagi sebagian makanan masa kecil. Itu berlangsung cukup lama, sampai kami meninggalkan taman kanak-kanak. Dan saya tak tahu di mana dia sekarang.

Mungkin, menulis puisi bagi saya adalah menjaga dua kanak-kanak dalam diri saya agar tak hilang.

Yogyakarta, Juli 2007